Opini Cerpen
Karya Heru Sang Amurwabumi
Judul : Dari Gunuang Omeh, ke Jalan Lain di Moskow, Menuju Hukuman Mati di Kediri
Karya : Heru Sang Amurwabumi
Penikmat Karya : Niah Jee
Ulasan dan Opini :
Membaca cerita
berjudul “Dari Gunuang Omeh, ke Jalan Lain di Moskow, Menuju Hukuman Mati di
Kediri” membawa saya merasakan situasi
yang tergambar dalam cerita tersebut. membuat saya bergidik. Gaya penuturan
yang khas dari seorang penulis ternama tersebut, mampu menghantarkan pesan yang
tersirat dari peristiwa yang dimaksud.
TEMA
Tema tentang kepahlawanan
tergambar jelas dari cerita yang disampaikan penulis dalam kisah ini. Diluar tema,
saya tertarik dengan judulnya, jika diamati judul yang diambil oleh penulis,
maka tergambar jelas bahwa ini merupakan perjalanan seorang tokoh pejuang (yang
sempat dilupakan) Indonesia dimulai dari tanah kelahirannya di Nagari Pandam
Gadang, Gunuang Omeh, dilanjutkan dengan sepak terjangnya di Moscow saat diusir
dari Indonesia, lalu berakhir (meninggal) di Kediri. Judul yang tidak singkat
namun padat, jelas dan unik, menurut saya.
LOGIKA CERITA
Cerita ini, merupakan alur mundur. Diawali oleh tokoh yang menemui ajalnya melalui
berondongan peluru dari senjata eksekutor saat tokoh tengah bersembunyi di
perbukitan pedalaman Gunung Wilis, berlanjut pada tokoh yang bersembunyi di
Gunung Wilis saat ia merasakan keberadaannya sudah diendus oleh para petinggi
pemerintah. Kemudian penulis juga mengulas sedikit tentang perjalanan tokoh
pada masa puluhan tahun lalu tentang latar pendidikan dan aktivitasnya.
Kemudian penulis
menceritakan kondisi dimana seorang tentara berpangkat Kopral menemui atasannya
yang berpangkat Sersan untuk segera menghadap Komandan Batalyon, lalu
menuturkan proses penyergapan hingga eksekusi.
LATAR
Pengambilan latar sejarah dalam cerpen ini, memberikan nilai tambah dan manfaat
bagi pembaca (terkhusus saya), karena membaca cerpen ini membuat saya bolak-balik
bertanya kepada mbah gugel tentang
banyak hal. Termasuk saat mencari tahu siapa tokoh dibalik cerita yang
dikisahkan oleh penulis dalam cerpen ini. Saya jadi lebih mengenal siapa itu
Tan Malaka, sepak terjang serta sejarah hidup beliau.
Termasuk saat
penulis bercerita dengan latar di markas militer, yang terletak di kaki Gunung
Wilis yang sangat sejuk dan segar, berikut saya ambil penggalan ceritanya (saya copas).
“Ruang kerjaku
menghadap ke barat, ke arah puncak Gunung Wilis. Setiap hari sebelum mulai
bekerja, aku memang selalu menyempatkan diri menatap ke luar seperti ini. Di
pagi hari, bila pandangan diarahkan ke kiri, aku bisa melihat orang-orang
sedang berjalan kaki memanggul cangkul. Anak-anak menggiring hewan gembalaan.
Sementara di sisi kanan, tampak kesibukan pagi sebagian tentara penghuni markas
militer yang baru kutempati enam bulan ini.”
Selain ketegangan, kegetiran dan keseriusan dari kisah ini, penulis menyisipkan kesejukan dan kedamaian melalui penyajian cerita di atas. Terus terang saya menjadi penasaran dan ingin bertanya langsung kepada penulis menyoal penggalan cerita di atas, tersebab saya belum berhasil menemukan penggalan kisah tersebut di laman mbah gugel. Entah saya yang sudah terlalu ngantuk hingga tidak menemukan informasinya atau kah mbah gugel pun sudah lelah? :D
SUDUT PANDANG
Penggunaan POV 1, cukup mempermudah pembaca untuk mendalami peran aku yang disuguhkan dalam cerpen ini. Namun,
lagi-lagi ada yang membuat saya penasaran dan sampai berulang kali bertanya
kepada mbah gugel, saya belum menemukan informasinya.
Hal ini mengenai
siapa tokoh yang berpangkat Sersan yang ditulis dalam cerita tersebut?
Jika saya
mencari tahu tentang siapa saja tokoh-tokoh dalam peristiwa penangkapan dan
eksekusi Tan Malaka, maka saya menemukan sebuah tulisan melalui sebuah laman sindonews.com berikut penggalan tulisannya (saya copas):
“Tan Malakan melarikan diri
ke selatan Jawa Timur. Saat menyusuri Gunung Wilis di Selopanggung, Kediri, ia
ditangkap Letnan Dua Sukoco dari Batalion Sikatan Divisi Brawijaya.Pada 21
Februari 1949, Tan Malaka dieksekusi mati oleh Suradi Tekebek. Dia dimakamkan
di Selopanggung, Kediri.”
Dari penggalan tersebut jelas dikatakan bahwa yang menangkap Tan Malaka adalah
Letnan Dua Sukoco, sedangkan dari cerita yang dituturkan oleh penulis melalui
tokoh aku, bahwa yang menangkap Tan
Malaka di tempat persembunyiannya di puncak bukit Gunung Wilis adalah
berpangkat Sersan.
Catat, dua poin yang ingin saya tanyakan
kepada penulis cerpen ini.
GAYA BAHASA & PESAN CERITA
Gaya bahasanya masih sulit untuk saya
ikuti, diksinya yang apik, tepat,
mendalam dan to the poin, menjadi
nilai plus plus plus bagi saya sebagai penggemar beliau. Saya mengenal penulis (dan
penulis belum mengenal saya :D ) lewat komunitas ODOP, penuturan penulis yang
santun tergambar lewat karya-karyanya. Menurut saya, itu merupakan ciri khas
dalam gaya tulisannya.
Pesan moral dalam kisah ini mengajak kita untuk lebih mengenal dan menghormati jasa para pahlawan yang telah berjuang untuk tanah air.
PENUTUP
Penikmat karya ini, hanyalah insan yang fakir ilmu dan ingin terus menjadi
lebih baik, yang mencoba menyelesaikan tugasnya di pekan ke-empat, dengan
harapan mampu mengasah ketajaman rasa dalam memaknai sebuah karya. Apabila
ada kritik, saran dan sanggahan, silahkan lempar di kolom komentar dengan
bahasa yang santun.
Karya apik dari Gurunda
Heru Sang Amurwabumi ini, bisa dibaca di sini
#OneDayOnePost
#opini
#tugaspekanempat
Lengkap sekali ulasannya. Silakan menebak, siapa tokoh "Aku" pada cerpen di atas. Pembaca bebas menafsirkannya.
BalasHapusTerima kasih sudah berkenan beropini terhadap cerpenku.
Terima kasih, Cak. Maaf banyak kekurangan.
HapusPR besar, menebak si "Aku", hehe..
Suatu kehormatan Cak Heru berkenan mampir, terima kasih.
🙏
Reviewnya kereen
BalasHapusMakasih, Kak.. Alhamdulillah, bi idznillah
HapusNah, aku tuh siapa sih jadi penasaran sampai sekarang.
BalasHapushehehe,, seperti Cak Heru bilang, dikembalikan lagi kepada para pembaca. Tapi aku juga penasaran, dari sudut cerita Cak Heru, siapa sih si "Aku" ini.. hihi..
Hapus